Sejak membaca berbagai artikel tentang puyer, ngeri rasanya. Dan
sejak itu pula, saya lebih memilih untuk berada di golongan "anti
puyer". Meski ada pula artikel yang menjelaskan penggunaan puyer tidak
masalah apabila pembuatannya sesuai prosedur. Tetap saja saya berat
untuk percaya. Lha wong saya kan juga gak lihat pembuatannya, gak tahu
dosisnya, higienis apa gak. Pokoknya kalau ke dokter dan dikasih resep
puyer, ditambah dokternya juga gak transparan tentang puyer. Ya saya
mendingan kabur....gak tebus obat. Coz hati saya bener-bener gak sreg.
Apalagi kalau urusan anak. Gak mau saya mempertaruhkan efek jangka
panjang or efek samping obat. Katanya sebagai pasien harus kritis, mesti
tanya2 mengenai dosis ataupun kontra indikasi obat, nama obat, demikian
pula mengenai penggunaan antibiotik. Yang membingungkan bagi saya,
bagaimana pasien bisa kritis kalau dokternya saja malah kadangkala
sinis, mungkin dah kecapekan atau gimana, gak membuka ruang konsultasi
or tanya-tanya. Sepertinya dokter selalu buru2 kasih resep supaya pasien
segera keluar dari ruangannya. Ukhhh..........
2x saya
memiliki pengalaman gak menyenangkan saat ke dokter anak. Gondok(Jawa,
red. Dalam bahasa indonesianya apa ya??)...rasa dimana sebenarnya pengen
protes, tapi saya gak bisa keluar kata2 dan cuma bisa diam. Padahal
kalo' kita ke dokter anak trus pas ke kasir pasti di situ tertulis biaya
konsultasi, dan sebagai orang tua memilih untuk datang ke dokter anak
itu karena ingin yang terbaik...karena berarti masih percaya dengan
profesi seorang dokter. Dan masalah biaya jd no sekiannya. Tapi apa...??
Kamis 24 Nov
Ilham(17 bulan) panas..suhu
37-38. Dibalurin bawang merah, panasnyapun naik turun. Belum terlalu
kuatir coz gak lebih dari 38. Nafsu makan menurun, tapi masih masuk
beberapa sendok makan, dan minumnya banyak. ASI masih terus-terusan.
Jum'at 25 Nov
Ilham
masih panas, dan mulai rewel. Kalau disentuh badannya nangis. Mulai
mikir-mikir apa Ilham jatuh? tapi kayaknya gak, coz dia dalam pengawasan
sendiri so kalau jatuh mamanya pasti tau. Seingat saya gak jatuh. Hari
ini Ilham gak mau saya kompres, gak mau dibalur bawang merah, diminumin
obat penurun panas dengan kandungan paracetamol 100% tanpa bahan lain
ehh malah dimuntahin. Makannya juga dikit. So, panasnya meningkat dan
makin meningkat, gak bisa jalan, cuma tiduran. Kakinya dilurusin saja
nangis, sepertinya badannya pegel or ngilu semua. Rasa sedih dan PANIK
saya pun memuncak. Coz Ilham belum pernah panas dengan sikon begini.
Saya cek panasnya nyaris 39. Hari ini sebenarnya suami lagi lumayan
sibuk, bingung juga saya sebelum memutuskan untuk telp. Pukul 14:00 saya
akhirnya telp suami, alhamdulillah suami bilang bisa pulang, pas suami
sampai rumah(15 menit perjalanan panas Ilham turun jadi 38). Kami telp
ke seorang dokter, recomended dari saudara. Tapi ternyata dapat no urut
13, jam buka praktik pukul 17:00 jadi saya dilayani kira-kira pukul
21:00. Haduuuh, bagaimana ini lha anaknya sedang sakit begini nunggunya
masih lama banget, malam-malam pula. Dan no sayapun gak bisa geser,
dimajuin. Dan baru ingat kalau dekat tempat saya kan ada RS terkemuka
juga. Suami buru-buru browsing cari info di RS tersebut dokter anaknya
siapa saja dan jadwal prakteknya. Saya sreg sama seorang dokter
Ibu-ibu(dulu yang bikin kapok kan dokter bapak2, makanya kali ini pilih
Ibu2). Segera kami meluncur ke RS itu, pas daftar baru tahu bahwa dokter
yang kami tuju lagi ada seminar. Gak punya pilihan lain kamipun setuju
dengan dokter yang ada, Bapak-bapak lagii.
Setelah proses daftar
yang agak lama, kira2 30 menit kemudian kami baru masuk ruang dokter.
Begitu ketemu dokter langsung disambut dengan pertanyaan "kenapa??"
Anak saya panas dok, dan sepertinya badannya sakit semua. Jawabku
Lalu
saya diminta untuk menaruh Ilham ditempat pemeriksaan. Ilhamkan pakai
celana panjang, dokter sembari menyorotkan senternya cuma menaik-naikkan
celana, trus bilang sama perawat ada biru-biru gak? disini justru saya
yang inisiatif buka celana panjang Ilham, biar meriksanya lebih detail.
Hmm tapi meriksanya singkat banget, sama dengan dokter yang dulu.
Mungkin memang gitu ya kalau sudah canggih. Dan prosedurnya periksa gak
pake lama, ....Emangnya saya kalau ngecek telinga Ilham mesti pakai
acara melotot segala.hehehehe. Dokter benar-benar cuma
set..set......udah. Ya, moga aja kecepatan itu=ketepatan=ketelitian(tapi
perut Ilham kok gak dicek padahal saya kuatir perutnya kembung atau
gimana, coz berasa panas juga. Ingat perut dah dirumah).
Trus
selesai cek-cek dokter langsung kembali duduk, ambil kertas tulis2. Saya
dan suami mesti tanya...anak saya kenapa dok? "Tidak apa-apa, panas
biasa" jawabnya singkat. Tapi kok badannya jadi sakit saat disenggol,
gak mau makan dok?? "yaa karena itu efek dari panas, jadi badan ngilu,
sakit semua. Hal yang wajar". Kayaknya lagi numbuh gigi dok, gigi susu
atas dan 2 gigi geraham bawah...pengaruh kali ya dok. "ya bisa
juga"...singkat..singkat..dan singkat...ihh padahal gak ngantri loh
dokternya tapi kok pelit amat. Gak komunikatif or ngajak bicara gimana.
Gak peka dengan paniknya kami.
Dok tadi panasnya sampai 39(ku
jelaskan, dan meski dokternya g komunikatif aku masih berusaha ajak
bicara lagian kok gak di cek dulu suhu panas ma dokternya).
"Makanya
ini saya kasih resep puyer antibiotik, biar gak infeksi. didalamnya
sudah termasuk penurun panas, dan untuk batuk pilek".
WHAT???PUYER???teriakku
dalam hati, mulut terasa terkunci terkunci. Dan batuk pilek.....???Nah
loh ini dia kalau sudah dalam bentuk puyer, Ilham kan gak ada indikasi
batuk dan pilek, lha kok didalamnya termasuk untuk batuk
pilek...wah...wah.......belum lagi antibiotik....
Kesel, sebel............
**Ternyata,
dalam perkembangannya, dokter itu tidak menyadari bahwa ada obat yang
nggak boleh dicampur, ada sifat fisiko-kimiawi yang tidak bisa
bercampur.
Contohnya mencampurkan antibiotik dengan obat penurun
demam. Ini kan membahayakan si anak. Mengapa? Karena kontradiksi.
Antibiotik harus diminum terus-menerus sampai habis, sedangkan obat
penurun panas diminum saat demam saja. Bila obat dicampur, anak ini
akan terpapar oleh obat yang nggak perlu. Ini akan berisiko efek
samping
(Prof. Iwan)
Copas artikel:
Sumber TEMPO interaktif bersama Prof. Iwan:
**Mengapa dokter anak tidak mengubah kebiasaan meresepkan puyer ini?
Saya
juga nggak tahu. Saya kira ini nanti tugas organisasi profesi. Ikatan
Dokter Anak Indonesia mestinya mengambil inisiatif untuk melihat
kembali apakah praktek itu masih benar. Di tempat-tempat terpencil,
misalnya, memang sulit mendapatkan sediaan obat yang macam-macam. Jadi
puyer mestinya masih bisa. Tapi di kota besar seperti Jakarta,
Yogyakarta, dan Surabaya, misalnya, kan apotek sudah ada di mana-mana.
Setiap 100 meter ada apotek, sediaan obat bermacam-macam, maka tidak
masuk akal kalau dokter itu meresepkan puyer. Celakanya lagi, merugikan
pasien. Untuk mengambil puyer itu kan harus menunggu lama. Lebih
banyak mudaratnya dibanding manfaatnya.
**Apa benar dokter-dokter Bangladesh dan India sudah tidak lagi meresepkan puyer?
Yang
saya lihat di India, enam atau tujuh tahun lalu, masih ada resep
puyer, tapi dilakukan oleh traditional healer, seperti dukun dan
mantri-mantri di pelosok. Bukan dokter. Tidak ada resep di apotek
berupa campuran beberapa obat. Apakah kita ini dokternya sekualitas
mantri di India (tertawa)? Kecuali kalau mau menurunkan kastanya.
**Bagaimana praktek pemberian resep puyer yang banyak terjadi di Indonesia?
Kami
pernah meneliti, 87 persen tidak sesuai dengan kaidah teknis. Semuanya
masih dengan cara tradisional, digerus, kemudian cara pembaginya juga
salah. Coba kalau kita lihat, cara pembaginya ya hanya dikerok dengan
kertas dan kemudian dibagi-bagi dalam beberapa bungkus. Antara satu
bungkus dan bungkus lainnya tentu dosisnya sudah berbeda.
Kalau
aspek teknisnya saja sudah salah, saya mengatakan jangan pakai puyer
kalau apotek saja tidak bisa menjamin bisa melakukan dengan baik. Ada
apotek yang mengatakan selalu mencuci. Kami menemukan 87 persen
(lumpang) tidak dicuci. Bahkan kadang-kadang bisa saja berhari-hari baru
dicuci karena merasa pasiennya banyak. Ini kan bahaya.
***
Iwan Dwiprahasto
Lahir : Surabaya, 8 April 1962
Status : Menikah (istri Adi Utarini, dengan seorang putri)
Pekerjaan: Guru besar ilmu farmakologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
****************************************************************************
Lanjut cerita saya....
Setelah
menerima selembar kertas berisi resep, saya dan suami keluar dari ruang
dokter. Sebelum menuju kasir Farmasi, kamipun musyawarah. Kami berdua
ternyata sehati untuk meragukan resep dalam bentuk PUYER. Bukan ragu
pada manjurnya PUYER, coz pernah saya dengar Ibu2 bilang anaknya kalau
panas obat apapun gak mempan, cuma puyer andalan saya bu. Trus malah ada
yang cerita tentang dokter anak yang terkenal top markotop obatnya,
ampuh banget pokoknya.....dan jg dalam bentuk puyer. Yahh..sepertinya
puyer memang hebat.....tapi sisi negatif puyer, misal salah peracikan,
gak higienis, campur aduk obat gak sesuai prosedur dll ternyata jauh
lebih hebat mengerikannya daripada efek manjurnya...???? Insya Allah
saya masih percaya degan obat lain cara lain yg efek jangka
panjangnyapun aman.
So,....setelah tanya-tanya ke pihak bagian
farmasinya...kamipun mantab memutuskan untuk cuma menebus vitaminnya
saja...dan membayar biaya konsultasi.
Alhamdulillah dalam
perjaanan pulang ke rumah, panas Ilham berangsur turun. Minum ASInya
juga makin banyak. Sampai rumah makan, dan habis banyak. Trus tidur dan
saya bubuhi bawang merah di mbun2nan(dlm bhsa Jawa,red). Pelan2 kakinya,
badannya saya urut pakai minyak tawon. Jam menunjukkan pukul 01:00 saya
belum tidur, sebentar2 saya cek. Dan gak tahu pukul berapa saya tidur,
pagi saat terjaga bahagianya kami karena Ilham udah gak panas. Walau
masih agak lemes, tapi pagi-pagi sudah berisik ngobrol sama papanya.
Sabtu
26 Nov: Hari ini adalah jadwal family gathering kantor suami ke Anyer,
semua telah saya persiapkan untuk ikut. Tapi pagi ini kami mikir-mikir
untuk ikut, cek cek kondisi Ilham. Tapi kok gak panas lagi. Gak nangisan
lagi. Pukul 07:00 WIB jadwal kumpul dikantor, tapi kami masih dirumah.
Pukul 07:30 suami telp dah pada berangkat belum? ternyata belum. Kamipun
memutuskan untuk berangkat..berharap jalan-jalannya bikin hati Iham
seneng coz banyak teman dan berdampak positif. Kotak kesehatan tak lupa
dibawa.
*Isi kotak kesehatan:
- SANMOL PARACETAMOL, pereda demam untuk bayi(buat jaga2 kalau tradisional gak mempan)
- Minyak telon
- Minyak sereh
- Minyak kayu putih
- Minyak tawon
- Osteo Care Syirup(vit yg dari dokter) tapi sampai sekarang blm diminum
- Balsem telon
- Bawang merah
- Parutan keju(difungsikan buat marut bawang merah saat darurat)
- Madu(suplemen alami)
- NO PUYER
Dan ternyata meski kami berangkat dari rumah pukul 07:30 rombongan mau menunggu.
Dan
signal positif Ilham terlihat saat sampai kantor, Ilham seneng banget
liat Bus banyak. Cerianya pun tampak. Alhamdulillah. Selama perjalanan
ke Anyer Ilham tidur, karena jam berangkat bertepatan dengan jadwal
tidurnya 08:15.
Gak nangis, gak rewel......nyenyak bobonya.
Sebelum bobo, makan pakai telur rebus dan salmon. Juga makan puding,
minumnya banyak.
Sampai Marbella Anyer, baru deh tahu kalau
anak-anak kecil banyak. Rombongan ternyata terdiri dari 4 bus. Dan Ilham
meski agak-agak sempoyongan mau jalan. Kemarin kalau jalan gak mau
malah nangis.
Alhamdulillah, mas Ilham sembuh. Selama di
Anyer kami jadi benar-benar menikmati liburan. Ilham juga tampak suka
dengan liburannya.
Puyer mungkin ampuh, tapi bagi yang
dapat resep puyer.....antibiotik, ada baiknya baca-baca.....atau WAJIB
tanya sama dokternya obat apa saja yang ada dalam itu puyer, efeknya,
trus jangan lupa copy resep biar kalau terjadi kontra indikasi, alergi
gampang ditelusuri:). Memberi yang terbaik pada anak, kan harus melihat
aspek jangka panjang bukan untuk sekedar jangka pendek semata......